Hari ini minggu tepatnya tanggal 3 mei 2009 dari sini lah semuanya berawal.kejadian inilah yang kan menjadi potongan mozaik dalam hidupku
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadic, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan. Seperti yang ditulis oleh andrea hirata tak ada yang terjadi karena kebetulan seperti hari ini. Entah apa yang ada di dalam benakku setelah bangun tidur aku langsung mencari selembar kertas yang akan menjadi potongan mozaik dalam hidupku. Setelah sampai di sekretariat yang berada di depan BNI cabang unlam Banjarmasin aku bergumam dalam hati mungkin di sinilah tempat yang tepat untukku. Tanggal 3-6 mei pemberian materi tantang pertolongan pertama, sayangnya aku tidak maksimal dalam mengikuti materi ini karena terbentur jadwal kuliah. Pada saat aku tahu akan diadakan diksar lapangan yang ada di dalam benakku adalah bagaimana caranya agar mendapat izin, setelah aku mengutarakan maksud hatiku pada sang bunda ternyata mendapatkan respon apa-apa ingin rasanya aku mempraktekkan skema pertolongan pertama pada ibuku, sehari setelah itu ibuku pergi kerumah sepupuku dan tahukah kawan ibuku memberitahu bahwa sepupuku lidya mempunyai bagpack. Ow… ow… ternyata ada makna tersirat dibalik pernyataan tersebut. ‘’Aku diizinkan’’ teriakku pada temanku di kampus.
Awalnya aku mempertanyakan kenapa kelompokku(kelompok 1) tidak ada temanku yang akrab? kenapa cuma samsul yang sekelompok denganku? Kenapa norha bisa dengan kak tuti satu kelompok? Tapi entah kenapa waktu bertemu dengan temen-temanku kelompok satu semua ternyata cepat sekali akrab dengan mereka hilang lah semua pertanyaan yang berjubel didalam otakku.
Hari ini jum’at tanggal 8 mei. Aku binggung ternyata sepupuku lidya belum datang dari banjarbaru otomatis belum mempacking tas. Jam 11 lewat aku mengambil tas dan secepat mungkin mempacking tas. Nampak sedikit kecemasan yang nampak diraut wajah sang bunda saat melepasku pergi. Aku pernah mengatakan pada ibuku bahwa aku ingin menambah pengalaman dan menemukan potongan mozaik dalam hidupku ini, aku yakin ibuku pasti mengerti hanya saja beliau sulit untuk melepas sang galuh anak sulungnya ini.
Setibanya di sekre ternyata sebagian sudah berkumpul. Aku langsung mempacking ulang tas karena belum diberi plastik. Setelah semua terkumpul kami berangkat menuju tempat yang akan menjadi potongan mozaik hidupku.
MANDIANGIN kami datang!!! Walaupun dalam perjalanan ada yang terbantai karena mabuk tak menyurutkan aku hanya bisa menahan pandangan agar tak memandang tamanku itu agar dia tak malu, untungnya aku telah memakan obat agar tidak mabuk karena aku tahu kami akan naik truk terbukanya polisi. Sesampainya dikawasan mandiangin kami singgah sebentar di sebuah masjid untuk sholat ashar, kemudian kami melanjutkan dengan berjalan kaki di atas aspal yang menyusuri perkampungan. Berkelok-kelok, kadang mendaki kadang menurun, terkadang terlihat gunung yang bersembunyi dibelakang rerumputan yang tinggi melebihi tinggi badanku, kadang dikiri dan dikanan hanya ada rumah yang jarang dan terkadang hanya ada hutan itulah perjalanan kami menuju basecamp. Disepanjang perjalanan aku tak hentinya mengucapkan tasbih(ritual jika melihat sesuatu yang indah). Sesampainya disuatu tempat yang menurutku pintu air di sana kami disuruh berendam dan ternyata kakak-kakaknya menenggelamkan tas untuk menguji apakah kami telah benar dalam mempacking tas, aku tak khawatir karena aku yakin packingku telah benar bahkan aku sendiri tak dapat membukanya waktu pemeriksaan tas di depan sekre benar-benar simpul yang mati sehingga kakaknya membiarkan saja karena dikhawatirkan akan memakan waktu yang banyak. Setelah berendam kami melanjutkan perjalanan sewaktu hendak beranjak meninggalkan pintu air tiba-tiba saja tas temanku umi robek karena tidak dapat menahan beban yang berat. Setelah berunding temanku samsul akhirnya memberikan ide untuk barter tas dengan umi atau dengan kata lain samsul membawa tas umi dan umi mengenakan tas samsul, perjalanan dilanjutkan. Sepanjang perjalanan tak hentinyaku memperhatikan sekeliling mengobservasi keadaan alam sekitar sambil bercengkrama tentunya dengan temanku norha. Cahaya matahari perlahan tetapi pasti mulai beranjak pergi meninggalkan kami yang masih dalam perjalanan yang mulai memasuki hutan. Lembab, gelap, sunyi itulah yang kami rasakan. Aku memperkirakan senja telah tiba, kekhawatiranku adalah kami tidak sampai di tujuan karena sudah gelap dan bisa saja tersesat. Aku memperkirakan sekitar jam 7.00 malam sampai ke basecamp ketika itu semua sudah gelap untuk membuat tenda terpaksa seadanya dengan kayu-kayu yang kecil tak lebih dari setengah meter. Aku, samsul, eka membuat tenda untuk kami berkemah sedangkan umi, ninel, dan elly memasak untuk makan malam, setelah itu aku sholat. Kami semua tak ada yang sempat mandi karena setelah itu kami disuruh untuk berkumpul untuk melanjutkan kegiatan. Setelah itu kami mengikuti kegiatan penggunaan kompas, setelah itu kami diberikan tugas untuk mengerjakan penanganan pertolongan pertama hasilnya sangat mengecewakan katanya panitia. Setelah kegiatan itu kami dipersilahkan istirahat, aku coba untuk memejamkan mata namun apa yang terjadi mataku tak mau terpejam akhirnya aku tak tidur ku lihat umi sedang menjahit tasnya yang robek, samsul lagi mandi sama amin dan hasmi. Aku kelaparan!!!! Aku minta makan sama kak tuti walaupun bukan kelompoknya tapi kak tuti mau memberi makanan. Subuh kian menjelang sekitar jam 4 pagi samsul memasak nasi. Subuh pun menjelang kami sholat subuh berjamaah amin sebagai imam, samsul dan aku sebagai makmum, nikmat sekali rasanya sholat ditengah hutan yang sunyi sangat terasa nikmat yang diberikan oleh Allah tak pernah terbayangkan akan sholat ditengah hutan berjama’ah pula ku syukuri hidupku walau apapun yang terjadi esok aku dapat membayangkannya. Aku heran sekali sampai sholat selesai nasi yang dimasak samsul tak kunjung masak juga. Aku lapar lagi, semua roti sudah kami makan malam tadi. Akhirnya setelah lama menunggu masak juga, kami semua makan seadanya karena menghemat bahan makanan yang ada untuk nanti. Tak lama setelah makan, suara yang menderau-derau memanggil kami. Kami semua langsung pergi menuju asal suara. Kami dibawa kesuatu tempat disana kami direndam dalam air, push up sampai muka harus menyentuh air bagiku tak masalah hanya saja air mandiangin ternyata sangan dingin pada pagi hari. Kami dimarahi semuanya karena kesalahan malam tadi dalam melakukan pertolongan. Aku tak dapat mencerna apa yang dikatakan oleh kakak-kakaknya yang ada dipikiranku adalah dingin sekali karena dingin kesadaranku timbul tenggelam selain karena malam tadi tak tidur badanku seolah berontak terjadilah perselisihan antara badan dan pikiran. Setelah itu kami dijemur sebentar kemudian kami diberi penjelasan ulang, mendengar penjelasan mataku tak dapat kompromi lagi rasanya ngantuk sekali lagi-lagi kesadaranku timbul tenggelam. Setelah itu kami disuruh siap-siap untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat. Dalam perjalanan menuju tempat tersebut kami melewati air terjun yang tidak besar tapi penuh dengan batu-batu yang terjal. Lelah sekali rasanya, sesampainya disana kami melakukan pertolongan korban yang ada dalam air. Setelah itu kami pulang kembali ke basecamp. Sesampainya di basecamp, hari telah memasuki senja ketika mulai hari mulai gelap aku membersihkan badan ternyata mandi di sungai yang dingin badanku terasa segar kembali walau masih lelah kemudian kami sholat berjama’ah setelah selesai kami semua makan malam bersama-sama ramai sekali karena semuanya kelaparan. Kemudian kami duduk santai sembari menikmati waktu santai kami berbincang-bincang mengenai banyak hal di dunia ini, umi tetap setia dengan jahitan tasnya ternyata parah juga sobeknya. Kami sholat isya kemudian berkumpul kembali bercengkrama kemudian dipanggil untuk berkumpul. Setelah itu kami beristirahat aku mencoba untuk tidur ku lihat dalam tenda sedikit sesak aku yakin kalau aku ikut aku takkan bisa tidur akhirnya aku mengambil jas hujan yang aku tak tau punya siapa, aku hamparkan disamping api unggun, aku menggambil sarung dan langsung mengepack tas karena akan ku jadikan bantal tanpa ku sadari tindakan ku ini akan mempermudahku nanti. Sebelah kanan ku ada api unggun yang menghangatkan mukaku dan di sebelah kiri ada jumriah yang ikut tidur di luar karena tak bisa bernapas dan tidak bisa tidur, aku sama sekali tak memikirkan akan hujan atau tidak karena yang terpenting bagiku sekarang adalah tidur. Beralaskan jas hujan beratapkan langit sungguh pengalaman yang luar biasa dan pertama ku alami soalnya waktu pramuka dulu kami semua tidur di dalam tenda. Ku lihat langit malam ini cerah walau habis magrib tadi aku melihat awan, indah sekali bintang-bintang itu semuanya seperti ingin memamerkan diri padaku sayangnya tak ada bintang jatuh padahal waktu sepupuku kesini(mandiangin) katanya banyak sekali bintang jatuh namun sepertinya kali ini bintang-bintang enggan untuk jatuh mereka lebih suka memamerkan kelap-kelip cahaya mereka setelah melihat bintang-bintang aku tertidur. Tiba-tiba ada orang berteriak aneh sekali suaranya ku buka mataku sedikit ku lihat teman-temanku pada ribut mengepack tas, ketika aku mendudukkan badanku tiba-tiba pinggulku nyeri sekali untunglah tasku sudah aku packing tinggal mencari jas hujan dan melipat sarung. Ketika berkumpul sebagian temanku masih setengah sadar sehingga kami semuanya disuruh berbaring di tanah, sungguh sangat tersiksa rasanya menahan rasa sakit saat disuruh tengkurap sakitku malah menjadi-jadi namun masih bisa kompromi aku hanya bisa menggigit bibir menahan sakit ini. Tak lama kemudian kami mengikuti jurit malam(kalau aku sih menyebutnya permainan wide game). Kami dibawa menuju pos 1, sesampainya dipos 1 kami harus menunggu untuk keberangkatan karena para panitia mempersiapkan segala keperluannya. Kami ditanya siapa yang mau berangkat lebih dahulu tak ada yang mau tapi akhirnya samsul menawarkan dirinya, sambil menahan sakit otakku bekerja keras untuk berpikir kapan mengambil nomor kaberangkatan dan akhirnya aku mengambil nomor keputusan nomor 5 sebagai nomor keberangkatan. Ada 6 pos yang harus disinggahi dan disetiap pos akan diuji dengan berbagai pertanyaan, maksud dari kegiatan ini selain mengetahui hasil pembelajaran dari diksar ruangan adalah menguji mental kenapa begitu? Karena jalan kaki sendirian, dibentak-bentak, ditakut-takuti adalah ujian mental. Pos 1 adalah pos keberangkatan. Pos 2(sejarah ksr) lancar dilewati walau beberapa pertanyaan ku jawab sekenanya dengan air muka yang penuh keyakinan. Sebelum sampai aku disuruh merangkak sampai ke pos 3 pinggulku sakit sekali dan sekarang sakitnya merambah ke perut gemetaran aku di buatnya, pos 3(CAG/CJL) di sini aku ngomong yang sebenarnya deh bahwa aku tidak mengikuti pembelajaran ini karena ada kuliah. Pos 4 (evakuasi) nah disini penyakitku kumat deh untungnya kakak-kakaknya memberi makanan jadi tertolonglah aku yang dari tadi gemetaran menahan sakit, pos 4 lancar. Sebelum sampai ke pos 5 aku tersesat sedikit sampai pangling sendiri karena mendengar suara teman-temanku ada di jalan sebelah berbaliklah aku kembali ke jalan semula. Sesampainya di pos 5 bingung kembali menyerangku aku ditanya apakah mau kembali ke pos 1 untuk memperbenar kata berantai aku mengambil keputusan tidak karena akan membuang waktu sementara aku ingin cepat menyelesaikan kegiatan ini, pos 5 lancar. pos 6(umum) lancar, di pos ini kami diberi pertanyaan umum. Aku yang menahan sakit dari tadi bertambah lelah karena berendam dan menari balet dalam air, lelah karena menahan dingin yang menyerang seluruh tubuhku Setelah itu kami semua duduk mengelilingi api unggun karena kedinginan. Aku merasa kasihan kapada teman-temanku umi dan elly, mereka memilih untuk kembali ke pos awal untuk memantapkan hapalan kata berantainya akhirnya malah menyusahkan diri mereka sendiri. Di pos 6 ini aku ditanyai bermacam-macam pertanyaan dari nama dekan, rektor sampai nama ketua bem, kepanjangan sks, krs, dan lain-lain deh(sampai lupa saking banyaknya). Setelah itu aku disuruh duduk didekat api unggun sambil menunggu teman-teman yang lain menyelesaikan game ini. Dingin sekali rasanya padahal api unggun ada dihadapanku, ketika kakak annisa datang membawa obat-obatan aku langsung minta minyak kayu putih/minyak angin/balsam apa yang ada untuk diusapkan di pinggulku. Aku merasa kasihan pada teman-temanku yang tiba diakhir-akhir karena waktu mereka sampai di pos 6 kakak-kakak yang jaga di beberapa pos tadi berkumpul di pos 6 maka otomatis mereka juga ikut memberi pertanyaan berarti teman-temanku yang datang terakhir akan bertambah susah. Setelah game ini berakhir kami sholat subuh kemudian istirahat sampai dipanggil kembali nanti. Setelah sholat subuh aku dengan norha mandi bersama sambil berbicara tentang kegiatan malam tadi. Setelah itu kami makan bersama dan duduk santai walaupun ada juga yang tidur karena ngantuk. Kemudian kami dipanggil untuk mencoba memanjat tali, aku menyuruh samsul untuk merebus air untuk membuat teh untung aku membawa teh celup dan gulanya. Setelah memperhatikan bagaimana caranya memanjat kami disuruh memanjat, teman-temanku pun mulai mencoba ketika lagi memperhatikan teman-temanku memanjat tiba-tiba temanku eka minta tolong padaku untuk menemaninya ke sungai ternyata temanku eka muntah mungkin masuk angin tapi untunglah tak membuatnya pingsan karena muntahnya cukup banyak. Setelah itu kami kembali ketempat pemanjatan tadi ku lihat eka pucat tapi untunglah kakak-kakaknya memberikan air teh panas padanya. Aku mencoba memanjat tali ternyata tak susah sampai di atas aku melihat pemandangan yang indah. Setelah semua mencoba kami disuruh berbaris untuk melakukan suatu hal yang aneh kemudian muka kami di rias dan diakhiri dengan sesi pemotretan. Kemudian kami dibawa ke sungai untuk merenung sejenak kemudian bersiap-siap untuk pulang. Ketika bersiap-siap untuk pulang kami masih sempat untuk membersihkan diri dengan mandi dan main air bersama, lagi asyik main air hujan pun turun membasahi tanah mandi angin dingin tak terasa lagi sampai akhirnya upacara penutupan diksar VII ditandai dengan membagi pin dan bersalaman. Langit tetap menitikkan air mengiringi kepulangan kami ke Banjarmasin lebih tepatnya ke tempat tinggal masing-masing.
Seperti yang dikatakan oleh andrea hirata “Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar kearah yang mengejutkan. Aku ingin ketempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angina, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin marasakan sari pati hidup!’’ pengalaman di Mandiangin banyak memberi pelajaran yang kami bawa pulang untuk kehidupan kami yang akan datang. Walau badan lelah dan mata tak sanggup lagi bertahan pengalaman ini pasti tak pernah kami lupakan sampai kapan pun.